Al-Hajj [22:54]
dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwa (Al-Qur'an) itu benar dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepadanya. Dan sungguh, Allah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.
Juz 17
Tafsir
Allah melakukan yang demikian itu agar orang-orang yang berilmu pengetahuan mengetahui dan merenungkan segala macam hukum yang telah ditetapkan Allah, pokok-pokok sunnatullah, segala macam subhat dan penafsiran ayat-ayat dengan cara yang salah yang dibuat oleh setan dan pengikut-pengikutnya. Dengan pengetahuan dan pengalaman itu diharapkan iman mereka bertambah, meyakini bahwa Al-Qur'an itu benar-benar berasal dari Allah. sebagaimana mereka meyakini bahwa Allah menjamin keaslian Al-Qur'an dari campur tangan manusia di dalamnya dan dari penafsiran yang salah.
Karena itu hendaklah orang-orang yang beriman yang telah dapat membedakan antara yang benar dan yang salah, antara iman dan kufur menundukkan dan menyerahkan diri kepada Allah. Membaca ayat-ayat Al-Qur'an dengan sungguh-sungguh, melaksanakan segala yang diperintahkan-Nya, menghentikan segala larangan-Nya, baik yang berhubungan dengan ibadah, muamalat, budi pekerti, hukum dan tata cara bergaul dalam kehidupan masyarakat.
Kemudian ditegaskan bahwa Allah benar-benar akan memberi petunjuk dan taufik kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan mengikuti semua rasul. Petunjuk dan taufik yang diberikan Allah kepada hamba-Nya dilakukan dengan bermacam cara. Ada cara yang langsung dan ada pula dengan cara yang tidak langsung, kadang-kadang manusia sendiri menyadari bahwa ia telah menerima petunjuk itu.
Dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw banyak didapati saat-saat Allah memberikan petunjuk yang langsung kepadanya. Di antaranya petunjuk-petunjuk Allah kepadanya adalah teguran Allah kepada Nabi, ketika Nabi melakukan perbuatan yang dianggap tidak layak dilakukan oleh rasul, misalnya teguran-Nya kepada Nabi karena meremehkan seorang sahabat yang bertanya kepadanya, Nabi sedang sibuk dengan pembesar Quriasy. Di antara contoh-contohnya ialah sebagai berikut:
Imam Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat Nabi yang buta dan miskin. Pada suatu hari ia datang menghadap Nabi dan ia berkata, "Ya Rasulullah, bacakan dan ajarkanlah kepadaku apa yang telah diajarkan Allah kepadamu." Ia mengulangi perkataan itu tiga kali. Waktu Ibnu Ummi Maktum bertanya, Rasul saw sedang menerima pembesar Quraisy, yaitu Walid bin Mugirah dan konon musuh umat Islam, sedang Ibnu Ummi Maktum tidak melihat dan mengetahui pula bahwa Rasulullah sedang sibuk menerima tamu-tamunya. Karena itu Rasulullah saw merasa kurang senang dengan permintaan Ibnu Ummi Maktum, beliau bermuka masam dan berpaling daripadanya. Sikap Rasulullah terhadap Ibnu Ummi Maktum itu ditegur Allah dengan firman-Nya:
Dia (Muhammad) berwajah masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya? Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup (pembesar-pembesar Quraisy), maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya, padahal tidak ada (cela) atasmu kalau dia tidak menyucikan diri (beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran), sedang dia takut (kepada Allah), engkau (Muhammad) malah mengabaikannya. Sekali-kali jangan (begitu)! Sungguh, (ajaran-ajaran Allah) itu suatu peringatan. ('Abasa/80: 1-11)
Dengan teguran Allah itu Rasulullah menjadi sadar akan kesalahannya, sejak waktu itu beliau tambah menghormati sahabat-sahabat beliau, termasuk menghormati Ibnu Ummi Maktum sendiri. Teguran Allah inilah yang membedakan posisi Nabi dengan manusia biasa.