Tafsir
Ayat ini menerangkan bahwa di antara manusia ada yang tidak menghiraukan perkataan yang bermanfaat, yang dapat menambah keyakinan manusia kepada agama dan memperbaiki budi pekertinya. Mereka lebih suka mengatakan perkataan-perkataan yang tidak ada manfaatnya, menyampaikan khurafat-khurafat, dongengan-dongengan orang masa lalu, lelucon-lelucon yang tidak ada artinya. Di antara contohnya adalah seperti yang dilakukan Nadhar bin haris, dengan cara membeli buku-buku berbahasa Persia yang berisi cerita-cerita, kemudian dia mencemoohkannya kepada orang-orang Quraisy. Kalau perlu, mereka menggaji penyanyi-penyanyi untuk diperdengarkan suaranya kepada orang banyak. Isi nyanyian dan suaranya itu dibuat sedemikian rupa sehingga dapat merangsang orang yang mendengarkannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang, dan makin menjauhkannya dari agama.
Diriwayatkan dari Nafi', ia berkata, "Aku berjalan bersama 'Abdullah bin 'Umar dalam suatu perjalanan, maka terdengar bunyi seruling. 'Abdullah lalu meletakkan jarinya ke lubang telinga, agar tidak mendengar bunyi seruling itu dan ia berbelok melalui jalan yang lain. Kemudian ia berkata, Nafi apakah engkau masih mendengar suara itu? Aku menjawab, 'Tidak. Maka ia mengeluarkan anak jarinya dari telinganya dan berkata, 'Beginilah aku melihat yang diperbuat Rasulullah saw jika mendengar bunyi semacam itu."
Pada riwayat yang lain dari 'Abdurrahman bin 'Auf bahwa Rasulullah saw bersabda:
Aku dilarang (mendengarkan) dua macam suara (bunyi) yang tidak ada artinya dan menimbulkan perbuatan jahat, yaitu suara lagu yang melalaikan dan seruling-seruling setan dan (kedua) suara ketika ditimpa musibah, yaitu yang menampar muka, mengoyak-ngoyak baju, dan nyanyian setan. (Riwayat at-Tirmidzi)
Menurut Ibnu Mas'ud, yang dimaksud dengan perkataan lahw al-hadis dalam ayat ini ialah nyanyian karena ia dapat menimbulkan kemunafikan di dalam hati. Sebagian ulama mengatakan bahwa semua suara, perkataan, nyanyian, bunyi-bunyian yang dapat merusak ketaatan kepada Allah dan mendorong orang-orang yang mendengarnya melakukan perbuatan yang terlarang, disebut lahw al-hadis.
Dari ayat dan hadis-hadis di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dilarang itu ialah mendengarkan nyanyian yang dapat membangkitkan nafsu birahi dan menjurus ke perbuatan zina, seperti nyanyian yang berisi kata-kata kotor. Termasuk juga nyanyian atau musik yang menyebabkan pendengarnya mengerjakan perbuatan-perbuatan terlarang, seperti minum khamar dan sebagainya.
Mendengar nyanyian atau musik yang tujuannya untuk melapangkan pikiran pada waktu istirahat atau hari raya tidak dilarang. Bahkan disuruh mendengarkannya jika nyanyian atau musik itu mempunyai arti yang baik, menambah iman, memperbaiki budi pekerti, dan menambah semangat bekerja dan berjuang.
Qusyairi berkata, "Ditabuh rebana di hadapan Nabi saw ketika beliau memasuki kota Medinah, lalu Abu Bakar ingin menghentikannya, maka Rasulullah saw berkata, 'Biarkanlah mereka menabuh rebana, hai Abu Bakar, hingga orang-orang Yahudi mengetahui bahwa agama kita tidak sempit. Mereka menabuh rebana disertai dengan nyanyian-nyanyian dan syair-syair, di antara bait-baitnya berbunyi: "Nahnu banatun Najjar, habbadha Muhammadun min jar" (kami adalah perempuan-perempuan Bani Najjar, alangkah baiknya nasib kami jika Muhammad menjadi tetangga kami)."
Pada ayat ini, Allah menerangkan akibat mendengar dan memperdengarkan nyanyian, musik, dan perkataan yang terlarang. Mereka akan memperoleh azab yang sangat menghinakan di hari Kiamat akibat perbuatan mereka yang tidak mengindahkan yang hak dan memilih kebatilan, serta menukar petunjuk dengan dosa.