Ali 'Imran [3:61]
Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita bermubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.”
Juz 3
Tafsir
Dalam ayat ini Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad bila masih ada orang yang membantah kebenaran berita tentang kejadian Isa a.s., sesudah mendapat penjelasan hendaklah mereka diajak ber-mubahalah ) untuk membuktikan siapa yang benar dan berdoa agar Allah swt menjatuhkan laknat-Nya kepada orang yang berdusta. Mubahalah ini sebagai pencerminan dari kebenaran kepercayaan itu.
Allah memerintahkan kepada Nabi Muhammad, agar mengundang keluarga masing-masing baik dari pihaknya maupun dari pihak mereka, yang terdiri dari anak-anak dan istri, untuk mengadakan mubahalah ini.
Di dalam ayat disebutkan lebih dahulu istri dan anak-anak nabi dalam mubahalah, karena seseorang lebih mengkhawatirkan diri keluarganya daripada dirinya sendiri. Hal ini mengandung pengertian bahwa Nabi Muhammad, percaya dengan penuh keyakinan bahwa bencana yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari mubahalah itu tidak akan menimpa keluarganya dan dirinya. Kemudian ayat ini dikenal sebagai ayat mubahalah.
Mengenai terjadinya ajakan mubahalah tersebut telah diriwayatkan melalui berbagai sumber, bahwa Nabi Muhammad, telah mengajak orang-orang Nasrani dari kota Najran di Yaman untuk mengadakan mubahalah, tetapi mereka menolak.
Imam al-Bukhari dan Imam Muslim juga meriwayatkan sebuah hadis bahwa delegasi Najran yang dipimpin oleh al-'Aqib dan as-Sayid mengunjungi Rasulullah. Kemudian beliau berkeinginan untuk mengadakan mubahalah (sumpah) dengan mereka. Maka salah seorang di antara mereka berkata kepada kaumnya, "Janganlah kamu ber-muhabalah dengan dia. Demi Allah apabila ia betul-betul seorang Nabi lalu dia ber-mubahalah dengan kita, niscaya kita tidak akan berbahagia selamanya, dan tidak akan ada generasi yang akan melanjutkan keturunan kita." Kemudian mereka berkata kepada Nabi, "Kami akan memberikan apa yang engkau minta sebab itu utuslah kepada kami seorang laki-laki, yang terper
caya." Kemudian Nabi saw bersabda, "Berdirilah hai, Abu 'Ubaidah," maka setelah ia berdiri Nabi pun bersabda, "Inilah orang yang terpercaya di kalangan umat ini." (Riwayat al-Bukhari dari Huzaifah).
Abu Nu'aim meriwayatkan pula sebuah hadis dari Ibnu 'Abbas dalam kitab ad-Dala'il melalui sanad dari 'Atha' dari Adh-ahak dari Ibnu 'Abbas bahwasanya delapan orang Nasrani dari penduduk Najran mendatangi Rasulullah. Di antara mereka terdapat 'Aqib dan as-Sayid. Kemudian Allah menurunkan ayat ini. Lalu mereka berkata, "Beri tangguhlah kami tiga hari." Lalu mereka pergi kepada Bani Quraizah, Bani Nadir dan Bani Qainuqa dari kalangan orang-orang Yahudi. Kemudian mereka memberi isyarat untuk berdamai dan tidak mengadakan mubahalah dengan Nabi. Kemudian mereka berkata, "Dia adalah nabi yang telah diberitakan kedatangannya di dalam kitab Taurat." Lalu mereka mengadakan perdamaian dengan Nabi saw dengan perjanjian membayar 1.000 potong pakaian pada bulan Safar dan 1.000 potong lagi disertai sejumlah uang pada bulan Rajab.
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw, telah mengajukan Ali, Fatimah dan kedua putra mereka (Hasan dan Husain) selain diri beliau sendiri, untuk bermuhabalah dan Nabi pun keluar bersama-sama mereka seraya bersabda, "Apabila saya berdoa hendaklak kamu membaca, Amin".
Ibnu 'Asakir meriwayatkan sebuah hadis dari Ja'far dari ayahnya, bahwa setelah ayat ini turun, Nabi membawa Abu Bakar bersama-sama anak-anaknya, Umar dan anak-anaknya dan Usman bersama anak-anaknya. Dapat dipahami dari ayat-ayat ini bahwa Nabi Muhammad, telah memerintahkan untuk mengundang orang-orang yang menentang hakikat kejadian Isa a.s. dari kalangan orang-orang Ahli Kitab untuk berkumpul baik laki-laki, perempuan atau pun anak-anak, dan juga Nabi mengumpulkan orang mukminin baik laki-laki, perempuan atau anak-anak. Mereka pun mengajak ber-mubahalah kepada Allah swt agar Dia melaknat orang-orang yang sengaja berdusta.
Ajakan Nabi saw untuk ber-mubahalah itu menunjukkan adanya keyakinan yang penuh terhadap kebenaran apa yang beliau katakan, sebaliknya keengganan orang-orang Nasrani dan Yahudi yang diajak untuk ber-mubahalah menunjukkan alasan dan kepalsuan kepercayan mereka.