Tafsir
Itulah sebabnya Allah membiarkan orang-orang musyrik Mekah sesat dalam kesyirikannya, membiarkan mereka menunggu ketentuan Allah pada saat yang telah ditentukan, dan mereka pasti akan menyaksikan sendiri siapakah yang benar nanti, mereka yang selalu menyekutukan Tuhan dan berbuat dosa ataukah orang-orang yang beriman yang mengikuti ajaran wahyu yang disampaikan Nabi Muhammad.
Seandainya mereka mau mengakui kebenaran Al-Qur'an, tentulah mereka akan yakin bahwa kemenangan itu pasti diperoleh oleh orang-orang yang mengikuti agama tauhid yang berjuang dan beramal untuk mencari keridaan Allah. Allah berfirman:
Sesungguhnya Kami akan menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari tampilnya para saksi (hari Kiamat), (yaitu) hari ketika permintaan maaf tidak berguna bagi orang-orang zalim dan mereka mendapat laknat dan tempat tinggal yang buruk. (Gafir/40: 51-52)
Selama menunggu ketentuan dari Allah itu, terdapat perbedaan sikap dan keyakinan antara para pengikut rasul dengan orang-orang musyrik Mekah. Para pengikut rasul menunggu janji kemenangan dari Allah dengan bersabar dan tawakal. Mereka yakin bahwa Allah pasti menepati janji-Nya yaitu memenangkan Islam dan kaum Muslimin di dunia dan melimpahkan kenikmatan serta kebahagiaan abadi di akhirat nanti. Karena itu, mereka tidak pernah gentar dan takut, mati dan hidup bagi mereka sama saja karena semua yang ada pada mereka, jiwa maupun raga, harta dan nyawa mereka telah mereka serahkan kepada Allah. Sebaliknya, orang-orang musyrik menunggu dengan perasaan khawatir dan takut. Mereka sangat khawatir akan dihancurkan oleh kaum Muslimin. Setiap mereka melihat perkembangan, kemajuan, dan kemenangan kaum Muslimin atas mereka, semakin bertambah pula kekhawatiran pada diri mereka. Mereka sangat takut akan pembalasan dendam kaum Muslimin kepada mereka. Karena itu mereka berusaha sekuat tenaga dan mencurahkan segala yang ada pada mereka untuk mengatasi kemajuan dan kemenangan kaum Muslimin.
Hal ini terlihat pada usaha-usaha mereka itu sebagaimana yang telah mereka usahakan di Perang Ahzab, perjanjian Hudaibiyah dan sebagainya. Sebenarnya dalam hati mereka terbayang kebenaran sesungguhnya, namun karena kesombongan dan keangkuhan, mereka tetap menjauhkan diri dari kebenaran Al-Qur'an.