Tafsir
Ayat itu mengungkapkan sebagian kekuasaan Allah, yang menyeru hamba-hamba-Nya agar bertasbih dan beribadah kepada-Nya. Orang yang bertasbih kepada Allah tanpa mengetahui hak-hak, kekuasaan, dan kebesaran Allah dalam beribadah, maka tasbih dan ibadahnya itu tidak akan ada manfaatnya. Dia tidak akan menjumpai Allah dengan tasbih dan ibadah yang seperti itu, padahal yang diharapkan adalah perjumpaan yang akan me-lapangkan dada, membukakan hati, dan menjernihkan jiwa. Oleh karena itu, ibadah yang diperintahkan ialah ibadah yang benar-benar dapat membekas dalam jiwa manusia.
Sehubungan dengan itu, ayat ini menyuruh kita memperhatikan keadaan alam ini, karena di dalamnya terdapat tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah. Dapat diperhatikan bahwa kehidupan ini berasal dari benda mati, dan benda mati itu berasal dari kehidupan. Hal ini dapat dilihat pada telur dan ayam. Telur adalah benda mati, tapi ia dapat mengeluarkan ayam yang hidup. Begitu pula ayam adalah benda hidup, tetapi dia dapat mengeluarkan telur yang merupakan benda mati.
Mujahid, seorang ahli tafsir, mengartikan ayat ini sebagai perumpamaan antara mukmin dan kafir. Menurutnya, "keluarnya yang hidup dari yang mati" dan "yang mati dari yang hidup" berarti mukmin dan kafir. Anak orang mukmin ada yang menjadi kafir, sebaliknya anak orang kafir ada yang menjadi mukmin. Ada pula yang menafsirkan bahwa kehidupan ini diakhiri dengan kematian dan kematian itu disudahi dengan kehidupan kembali di akhirat.
Karena kedua hal itu, yakni mati dan hidup suatu keadaan yang rutin di dalam kehidupan di dunia ini, maka tidaklah mustahil bagi Allah untuk membangkitkan manusia dari kuburnya di hari Kiamat kelak. Hal ini harus diperhatikan oleh manusia. Sebagai contoh lain yang lebih dekat bagi manusia ialah keadaan tanah yang sudah tandus dan gersang. Tanah ini akan kembali subur dan bisa menumbuhkan tanam-tanaman, andaikata Allah menurunkan hujan dari langit.
Setelah memperhatikan contoh-contoh di atas, maka pertanyaan yang ditujukan kepada orang-orang kafir adalah apakah kekuasaan Allah yang tidak terbatas itu tidak cukup untuk menghidupkan manusia kembali dari dalam kematiannya, di mana tulang-belulangnya telah hancur berserakan, dan dagingnya telah bersatu dengan tanah? Tentu saja sanggup. Oleh karena itu, bila sangkakala ditiup malaikat, manusia akan bangkit dan semuanya menuju ke Padang Mahsyar menghadap Tuhan.
Allah berfirman:
Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah, tumbuh (berangsur-angsur), kemudian Dia akan mengembalikan kamu ke dalamnya (tanah) dan mengeluarkan kamu (pada hari Kiamat) dengan pasti. (an-Nuh/71: 17-18)
Mengapa manusia mengingkari hari kebangkitan? Mengapa mereka memperdebatkannya? Sebetulnya kekuasaan Allah tak perlu dan tak dapat diingkari. Siapa yang berakal tidak akan dapat mengingkari kekuasaan itu. Akan tetapi, dia lari dari tanggung jawab untuk menghadapi perhitungan di hari Kiamat. Dia ingin melepaskan jiwanya dari perasaan keimanan dengan hatinya, sesuai dengan nasibnya di dunia ini. Dia tidak mempersiapkan sesuatu pun untuk akhirat. Demikianlah manusia ditipu oleh jiwa dan hawa nafsunya. Dia melalaikan panggilan yang sebenarnya, dan mengikuti apa yang sesuai dengan nafsunya.